Monday, August 29, 2011

[EARLY POST] SELAMAT HARI LEBARAAAAN!

Chingudeul!! Miina! Sebelum lupa, saya mau ngucapin:

MINAL AIDIN WAL FAIDZIN! MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN!! :)

Maafin kesalahan saya ya teman-teman! Maaf kalau ada postingan di blog in yang ga enak! Maaf suka spamming gak jelas di Twitter, Maaf suka nge-pair-pair orang, maaf untuk segalanya! *deep bow*

and, Happy Holiday!^^

Wednesday, August 24, 2011

Labil.

Wets, ada apa ini judul diatas kok labil? -_-

Well, cuma pengen sedikit bahas dan curhat aja. Banyak orang yang bilang, remaja itu labil. Yah, I believe that karen saya mengalaminya.
TAPI, saya tidak akan membahas LABIL dalam konten remaja-kebanyakan, tapi dalam konten: KPOPPERS.

Hayoloooh, ngaku. Yang kpoppers rata-rata pasti LABIL. Jujur saja, I am. Apalagi sejauh ini... saya liat sih ya kpoppers emang labil-labil semua ._.
Dan, dulu saya mengakui dulu saya memang begitu. Suka marah-marah sendiri kalau bias deket cewek lain (<-tuh kan, maksudnya member GB), suka ngaku-ngaku bias itu SUAMI, PACAR, TUNANGAN, ADE, KAKAK, SAMPE SIMPENAN malah. Terus suka nangis kalau si bias punya pacar, suka ikut sedih kalo bias lagi SAKIT. Setiap hari mention ke bias, udah kayak orang pacaran.. ETC. GOSH, gimana menurut kalian? Rata-rata KPOPPER itu kayak gitu! SAYA juga dulu begitu.
Makin kesini, saya makin sadar, "WHAT I'M DOING?". Astagah, itu lebay banget. Dan jujur saja saya sedang mengurangi kebiasaan diatas. TIDAK BOLEH BERLEBIHAN!
Kata ibuku juga bener, "Kamu nge-fans sama suju bisa kayak gitu, kenapa ke Nabi MUHAMMAD nggak bisa? Kamu ngapain muja-muja orang yang agamanya gak sama kayak kamu? Emangnya suju bisa bawa kamu ke SURGA?"
JLEB. Jujur aja itu DALEM banget, sedalem CELANA DALEM (?). Waktu itu juga saya kesel dengernya.
Dan lama-lama kata-kata itu ada benarnya juga...
Haduh, sebagai kpoppers, kita juga harus merhatiin sikap kita kepada bias. Mungkin ada yang ke-ganggu sama sikap kita itu. Yang penting sih cuma 1, JANGAN BERLEBIHAN.

Suka sama kpop sih boleh, tapi inget sikap juga. Saya tahu itu susah, tapi saya sudah bisa menguranginya :)
Ini sih sebenernya untuk kpoppers pengguna twitter. Aku pikir mereka udah terlalu jauh soalnya.

Udah ah. Dicukupkan saja. NO BASHING, coz I'm kpoppers too. Cuma merenungi sikap saya dulu yang terlalu berlebihan sama kpop!

Salam, shela <3

Friday, August 19, 2011

Prepare for holiday!

*muncul dengan kostum sailor moon* HALOOO SEMUA! *guling-guling*
Oke, lupakan apa yang di atas. Oke, kita cek tanggal. sekarang tanggal 19, it means, semakin mendekati LIBURAN.

I repeat, LIBURAN.

Bagi sebagian orang LIBURAN itu memang menyenangkan. mereka pasti merasa bahagia bagaiakan dapet hujan duit #apacoba. tapi buat gue... ITS A TOTALLY DISASTER! Ya ampun, gimana enggak? emang enak sih liburan bulan puasa gini apalagi hampir tiga minggu (dari tanggal 21 sampe tanggal 9)... dan saya sama sekali gak suka libur lama-lama.

Kendala nomor 1: Gue gak bisa nge-NET selama liburan. Apa hal yang lebih buruk dari gak bisa nge-NET selama liburan?! MEREKA *yang merasa aja nih* yang punya KONEKSI INTERNET di RUMAH pasti bakal berpesta, hurahura, begadang di NET tanpa kenal waktu. sedangkan gue terkurung di kamar gelap-gelap sambil garuk tembok #anginberhembus. Tapi gue udah memohon mohon sampe bertekuk lutut #lebay untuk meminta dibeliin MODEM.
Yah, selama ini kan gue juga OL PC di sekolah menggunkana fasilitas WiFi. dan kalo ane gak nge-NET pasti ketinggalan deh inpo-inpo hot dari belahan Korea sana. #adamaunya.
Lagian, sunyi gak sih gak ada internet? kalo gak nge-net, kerajaan gue ya TIDUR, makan, TIDUR lagi. makin gembul aja ntar.

Kendala nomor 2: Saya akan lebih berpotensi untuk menjadi BABU di rumah. Saya tahu, saya wanita. dan itu MEMANG pekejaan wanita pada umumnya. tapi... saya itu orangnya pemales. sedangkan di rumah gak ada pembantu! Jadi pasti yang bakal jadi babu selama liburan itu gue! HYAAA *nangis*

Kendala nomor 3: Tidak ada temen main. Yah, seperti yang kalian tau, temen udah pada mencar kemana-mana dan mereka pasti MUDIK. kedua, temen gue di mutohari rata2 orang luar bandung dan mereka PASTI pulang. dan tinggallah saya sendiri tanpa teman bicara. SMS? bisa sih... tapi ya... ya... -___- twitteran aja deh #eh.

Yah, itu sih menurut pendapat saya. tapi, gak buruk juga kok Liburan. gue juga butuh libur. Cuti malah butuhnya *cuti apaan coba*

Happy Holiday everyoneee^^

[LATE POST] HBD Indonesia!

Halo Halo~
Ehm, saya tahu ini tanggal 19 agustus, tapi saya akan tetap mengucapkan:

SELAMAT HARI KEMERDEKAAN INDONESIA!

yang ke berapa? gak tau #mukainnocent #bengong #fail
Yang penting, MERDEKA!
sekali lagi, MERDEKA!!! *lempar LPG*

sayang ya, gak ada tujuhbelasan padahal ane ingin panjat pinang (?)
#kabur

[FF] They Always Watched

They Always Watched

Cast:

· -G-Dragon/Kwon Ji Yong (Big Bang)

· -Park Hyun Gi (@ichayeey)

Support Cast:

· -Leeteuk/Park Jung Su (SJ)

· - Sulli (fx)

· -TOP (Big Bang)

· -Daesung/D-Lite (Big Bang)

Genre: Apa yah? Romance juga gak nyampe... hehe

BGS: Infinite – Can You Smile

Disclaimer: Bigbang, f(x) and Super Junior is belong to their management. I own the story and plot.

AN: Halo saya kembali dengan ff kpop. Ini FF buat si Hyun Gi~ oh ya, bayangkan GD pas di MV Butterfly ya, pokoknya waktu rambutnya masih blonde ;) happy reading!

Warning: Geje, lot of typo(s) inside!

PROLOG

Setiap malam… gadis itu selalu menatap bulan yang bersinar terang di langit malam. Selalu berandai... apakah yang ada disana benar-benar bisa mendengar semua perkataannya? Bisa melihat apa yang ia lakukan?

***

Gadis itu terlambat lagi. Kebiasaan buruknya, ia tahu. Karena selalu hanyut jika melihat bulan, sehingga tidak sadar kalau tengah malam sudah lewat. Gadis itu buru-buru turun dari kasurnya, berlari secepat yang ia bisa menuju kamar mandi.

“Hyun Gi! Cepatlah!” pekik kakak sang gadis, Leeteuk degan wajah yang sudah ditekuk 13 lipatan. Gadis itu belum menampakkan sosoknya, hingga terdengar pekikkan dari arah tangga.

“AKH!”

“Jatuh lagi? Babo. Cepatlah!! Aku tinggal, nanti!”

“AAAKH. T—Tunggu oppa!”

**

Perhatian satu kelas tertuju pada gadis itu, Hyun Gi, karena kakinya yang di-gips. Hyun Gi berusaha berjalan dengan normal dan mengabaikan pandangan – pandangan itu tapi...

“Hyun Gi-ya!! ANNYEONG!” bukh! Hyun Gi malah terjatuh karena terdorong.

“Sulli!”

“Eh? Hehe, maaf! Ouh, kenapa kakimu?”

“Jatuh di tangga” jawab Hyun Gi singkat sambil menatap Sulli, teman sebangkunya untuk menolong. Nyatanya Sulli diam saja, malah melotot padanya.

“BENARKAH? Kau telat lagi YA?! Hahahaha! Rutinitas bodohmu sejak kecil tidak bisa berubah ya!!” Sulli kini menertawakannya. Hyun Gi ingin sekali menjambak rambut Sulli yang panjang tapinya... Rutinitas bodoh? Hyun Gi tahu yang Sulli maksud. Acara menatap bulan sebelum tidur. Ah, memang bodoh sih. Hyun Gi hanya percaya kata-kata kakeknya kalau kita selalu berharap pada bulan pasti akan dikabulkan. Ah, dan orang yang sudah mati pasti akan ke suatu tempat di bulan. Itu hanya mitos, Hyun Gi tahu. Tapi... entah kenapa ia malah percaya.

“Sulli... bantu aku!”

**

Hyun Gi duduk di ayunan di belakang rumahnya, sambil menatap terus ke arah bulan. Kakek... Eomma dan Appa... apa kalian baik-baik saja disana? Aku merindukan kalian... batin Hyun Gi. Air matanya menetes. Buru-buru ia menghapusnya.

“Hyun Gi! Makan malam!”

“Ah? I—“ kata-kata gadis itu terpotong karena tiba-tiba ia melihat sesuatu yang bersinar datang ke arahnya... hingga akhirnya menabraknya.

BRUK!

Apa itu tadi?! Pekik Serra dalam hati. Tubuhnya seperti di tindih sesuatu. Hyun Gi membuka matanya perlahan, dan rasanya ingin berteriak sekarang juga!

“A-“

“Ssssh,” sosok yang menimpa tubuh Hyun Gi menempelkan telunjuknya di bibir Hyun Gi, lalu tersenyum lembut, “Jangan berteriak... ya?”

Entah kenapa, seperti dihipnotis, Hyun Gi menutup mulutnya perlahan. Ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang. Badannya lemas. Bagaimana tidak? Sosoknya yang ia lihat... rambut putih berkilau dengan mata biru yang indah... dan kulit putih bersih bersinar seperti bulan... Apa ia manusia?!


“Hyun Gi! Hey, dengar ti-“ Leeteuk yang sudah tidak sabar menunggu adiknya yang tak kunjung datang itu akhirnya ke taman belakang. “Huh? Kemana anak itu?”

**

Hyun Gi menatap sosok di depannya dengan mata tidak berkedip. Orang di depannya ini tentu saja orang asing... tapi... siapa? Kenapa bisa ada disini? Apa ia adalah cahaya yang menabraknya itu? Hyun Gi duduk sambil memperhatikan sosok di depannya itu mengitari kamarnya.

“Jadi, ini tempat manusia tidur ya? Ah, aku tahu benda ini. Ini namanya kasur kan? Benda empuk tebal dengan berbagai ukuran digunakan untuk para manusia tidur,” kata sosok itu merasa senang. Hyun Gi menatap sosok itu bingung,

“Manusi...a?”

“Oh, iya, benar. Kalian manusia kan? Ini bumi, ditinggali oleh para manusia.”

“T—tunggu, maksudmu... jadi,” Hyun Gi bisa menarik kesimpulan, “...Kau bukan manusia?” Hyun Gi sedikit susah mengintrol mulutnya untuk mengatakan hal itu. Itu terdengar... konyol kan?

“Tentu saja. Aku ini penduduk bulan. Salam kenal” sosok itu memperkenalakan dirinya pada gadis itu. Hyun Gi mau memekik, tapi, penduduk bulan ini sudah mewanti-wanti agar keberadaannya hanya Hyun Gi saja yang tahu.

“APA KATAMU?” desis Hyun Gi, “PENDUDUK BULAN??”

“Mm. Namaku GD. Atau nama bumiku... hm, Kwon... Ji Yong?” penduduk bulan itu memberitahukan namanya. Kwon Ji Yong.

“Kwon... Ji Yong.... ah, kalau begitu namaku..”

“Park Hyun Gi. Sesuai prediksi, aku akan mendarat di rumah seorang gadis bumi! Ahaha, teleportasi dari bulan menuju bumi memang belum sempurna. Alat itu sering sekali rusak.”

“Alat teleportasi? Kau ke bumi menggunakan alat teleportasi?”

“Mm. Tentu saja! Tidak mungkin dengan alat yang lain kan? Tadi aku menabrakmu ya? Maaf! Itu salah satu ‘rusak’nya alat teleportasi ini. Tidak bisa mendarat di tempat yang aman. Hahaha!”

Dan sejak malam itu, hidup Hyun Gi tak pernah sama lagi.

**

Kwon Ji Yong datang ke Bumi untuk mengobservasi bumi. Ji Yong tertarik sekali dengan bumi. Ia anggap, Bumi itu indah sekali. Ji Yong diam-diam datang ke bumi. Umur Ji Yong yang terbilang masih muda itu dilarang berkeliaran sendirian ke planet lain.

“Aku ingin melihat bulan itu seperti apa. Kau bilang ada kerajaan bulan disana?” tanya Hyun Gi pada suatu malam. Ji Yong mengangguk, dan mengeluarkan sesuatu dari sakunya.

“Ini kerajaan disana. Namanya kerajaan Full Moon. Ayahku juga kakakku bekerja disana”

“Wuaah!” Hyun Gi melebarkan matanya, takjub. Kerajaan itu indah sekali. Hyun Gi ingin sekali kesana!

“Ji Yong, apakah manusia boleh kesana?”

“Huh? Manusia? Tidak boleh. Sebenarnya, aku juga tidak boleh memberitahukan identitasku pada manusia. Hanya saja... demi misiku... Bisa dibilang... hal terlarang di Bulan itu... bertemu manusia kecuali untuk penelitian. Penelitian pun kita tidak boleh terlihat” jelas Ji Yong sambil menatap bulan... tempat dimana ia tinggal.

“Kenapa?”

“Raja kami terdahulu bilang... manusia itu mudah sekali merusak sekitarnya... mereka itu suka menumpahkan darah... dulu, salah satu peneliti disini turun ke bumi pertama kalinya. Dan... bukannya di terima baik, mereka malah menangkap peneliti itu dan menjadikannya bahan percobaan. Dan... dia terbunuh, oleh tangan manusia.”

Mendengar hal itu, Hyun Gi merasa sangat malu menjadi seorang manusia.

“Ji Yong...”

“Tapi! Aku percaya, tidak semua manusia seperti itu kan? Buktinya ada orang sepertimu. Jangan beritahu keberadaanku, ya?” Ji Yong menatap wajah Hyun Gi lalu tersenyum. Lagi lagi tatapan mata Ji Yong membuat Hyun Gi merasa terhipnotis dan ia mengangguk.

**

Hyun Gi terbangun dari tidurnya. Mengerjap, dan kaget saat di hadapan wajahnya sudah ada wajah Ji Yong yang memperhatikannya.

“Wua!”

“Eh? Selamat pagi, Hyun Gi-ya..” Ji Yong tersenyum, “Aku sedang meng-observasimu saat kau tidur” kata Ji Yong dan mulai menyingkir dari hadapan Hyun Gi. Hyun Gi menarik selimutnya,

“Errr... meng-observasiku saat... tidur...?”

“Iya. Aku menyimpulkan bahwa manusia tidur menutup matanya, kadang membuka mulutnya. Ah, malah kau tidur sambil berkata ‘ibu... ibu...’. apa memang manusia tidur seperti itu?”

Hyun Gi yang belum sepenuhnya bangun, berusaha mencerna kata-kata Ji Yong. Setelah beberapa detik, Hyun Gi menjawab,

“Hoaaam~ tidak juga. Itu namanya mengigau. Mereka biasanya mengigau karena menginginkan atau merindukan sesuatu... juga biasanya takut akan mimpinya sendiri...”

“Mimpi?” Ji Yong berpikir, “Ah, mimpi. Manusia bermimpi saat tidur ya? Catat, catat!”

Ji Yong pun mencatat semua informasi dari apa yang ia dapat dari Hyun Gi. Hyun Gi juga bersedia menjadi sumber observasi Ji Yong.

**

“Hyun Gi-ya! Kau sekarang selalu pulang cepat, ada apa sih? Kau juga melarangku datang ke rumah! Padahal aku kangen pada Leeteuk oppa... ah, maksudku Jungsu oppa...” rengek Sulli pada saat jam istirahat. Hyun Gi yang sedang memakan nasinya tiba-tiba tersedak.

“Ukh! Kau tidak biasanya mengeluh, Sulli-ya..”

“Aku ini temanmu, Hyun Gi-ya! Tentu saja aku merasa aneh!”

Hyun Gi tentu saja tidak bisa mengajak Sulli ke rumah. Karena ada Ji Yong disana, dikamarnya. Walau kadang Ji Yong suka berkeliaran entah kemana, tapi kebiasaan buruk Ji Yong adalah, muncul tiba-tiba. Untung saja, Hyun Gi sudah memperingatkan Ji Yong untuk tidak muncul tiba-tiba di depan kakaknya.

“Sulli-ya... kakakku sendiri yang tidak boleh mengajak teman ke rumah. Maaf, ya...” Hyun Gi berbohong. Sulli cemberut,

“Tapi kalau aku mengajakmu makan es krim, mau ya!”

**

Ji Yong menatap sesuatu yang terlihat lembut berwarna putih dan coklat, dengan taburan meses warna warni diatasnya. Hyun Gi merasa aneh juga pada Ji Yong, kenapa ia malah menatap Es krim nya?

“Euh... Ji Yong... makanlah.”

“Apa ini?” tanya Ji Yong menggaruk kepalanya, “Apa ini beracun? Berbahaya?”

“Ukh!” Hyun Gi menempuk dahinya, “Ini es krim. Rasanya enak kok! Untuk apa aku meracunimu?”

“Eheheh, aku bercanda. Baiklah! Aku anggap ini adalah hadiah dari manusia! HAP!” Ji Yong menyendokkan satu sendok penuh es krim ke mulutnya. Wajahnya tiba-tiba mematung. Terdiam sebentar, lalu Ji Yong merengek,

“aaaaaaaaaaa~ dinginnnnn -_______-!! TAPI ENAK!!! Lagi, lagi! HAP HAP HAP!” Ji Yong memakan dengan lahap es krimnya. Hyun Gi tertawa melihat wajah Ji Yong yang memakan es krim. Sampai belepotan begitu. Dan saat itu Hyun Gi sadar... ia amat menyukai Ji Yong.

**

Hari minggu. Hyun Gi duduk sendirian di kasurnya, menunggu seseorang. Menunggu Ji Yong, lebih tepatnya. 2 hari Ji Yong tidak pulang. Kemana dia? Jujur saja, Hyun Gi khawatir. Ji Yong orang bulan. Bagaimana kalau Ji Yong ceroboh, dan mendapat nasib yang sama pada peneliti yang mati itu? Ya tuhan, baru tidak ada 2 hari saja, Hyun Gi sudah sangat merasa... kehilangan. Bagaimana jika nanti Ji Yong pulang ke Bulan?

Hyun Gi tidak mau ditinggal lagi. Tidak untuk orang yang dicintainya.

**

“Ji Yong!” Hyun Gi bangun dari tidurnya. Wajahnya berkeringat. Ia bermimpi Ji Yong meninggalkan dirinya tanpa pamit. Trek! Jendela terbuka. Sosok Ji Yong muncul dari sana. Hyun Gi ingin menangis rasanya.

“Hyun Gi?”

Hyun Gi melompat dari kasurnya, dan memeluk Ji Yong. Ji Yong kebingungan, ada apa dengan gadis ini?

“Loh? Kenapa, Hyun Gi-ya?”

“Kau kemana saja?!” Hyun Gi melepas pelukannya, “Aku takut kau jadi bahan percobaan atau apa tahu!”

Ji Yong tertawa. “Hyun Gi-ya! Jangan terlalu khawatir, aku baik-baik saja! Aku tidak akan menunjukkan sosokku dengan mudahnya...”

“Jangan seperti itu lagi!” perintah Hyun Gi. Ji Yong mengangguk senang,

“Iya, Hyun Gi!”

**

Hyun Gi melambai pada Sulli yang berada di Bus, dan bus itu pun berlalu. Hyun Gi menghembuskan napas, dan berjalan lurus menuju rumahnya. Hyun Gi cukup pusing hari ini, karena banyak sekali tugas menuju liburan. Hingga tiba-tiba langkahnya dihentikan oleh 2 orang berbaju putih aneh... pakaian mereka mirip sekali dengan... Ji Yong?

“Berhenti, manusia” kata salah satu dari mereka yang berbadan besar dan tegap. Hyun Gi mendongak,

“Y—ya?”

“Apa kau melihat orang seperti ini?” sosok itu mengeluarkan 1 lembar foto. Hyun Gi kaget, itu foto Ji Yong!!! Hyun Gi bingung, apa ia harus memberitahu keberadaan Ji Yong?

“Uhm... ti—tidak..”

“Baiklah kalau begitu.” 2 sosok itu berjalan meninggalkan Hyun Gi. Hyun Gi merasa dirinya sangat khawatir sekarang. Ji Yong dicari-cari! Tanpa ba-bi-bu, Hyun Gi berlari menuju rumahnya. Selama di jalan, Hyun Gi berpikir... jika Ji Yong ditemukan... Ji Yong akan kembali ke bulan! Sedangkan Hyun Gi... ia... tidak ingin itu terjadi. Ia ingin bersama Ji Yong lebih lama lagi!

**

“Ji Yong!” Hyun Gi membuka pintu perlahan. Tidak ada Ji Yong disana. Hingga...

Bruuk! Ji Yong keluar dari lemari milik Hyun Gi dengan baju-baju Hyun Gi yang ikut keluar. Hyun Gi menghela napas lega. Hyun Gi mendekat pada Jinyong, dan menolongnya berdiri.

“Ah... maaf Hyun Gi-ya... aku tidak hati-hati. Aku mendengar langkah kaki... kukira kakakmu. Jadi aku buru-buru masuk lemari... dan...”

“Tidak apa-apa,” Hyun Gi tersenyum, “Yang penting kau baik-baik saja.”

Seperti malam-malam yang sebelumnya, Hyun Gi dan Ji Yong duduk di dekat jendela sambil menatap bulan. Mereka diam, tidak ada yang memulai pembicaraan. Hyun Gi menatap wajah Ji Yong yang sedang menatap Bulan yang bersinar diatas sana. Wajahnya... tampak merindukan bulan..., batin Hyun Gi. Hyun Gi menunduk. Aku egois sekali, ya? Menginginkan dia lebih lama disisiku... aku tahu aku kesepian... tapi..., Hyun Gi menghela napas,

“Ji Yong... kau merindukan bulan, ya?”

“Huh?”

“Wajahmu... terlihat sekali ingin pulang ke Bulan. Kau tidak bisa terus-menerus disini, kan?”

“A—aku suka bumi, kok!” Ji Yong memerah. Hyun Gi terkikik,

“Orang bulan tidak pandai berbohong ya! Hhi. Lagipula, kau memang harus pulang kesana. Semua pasti mencarimu...”

Hening. Selama beberapa menit tidak ada lagi percakapan.

“Hyun Gi,” Ji Yong memanggil nama Hyun Gi pelan, “Sebenarnya mereka sudah disini, mencariku. Hanya saja, aku merasa belum selesai disini. Ada... ada sesuatu yang masih belum aku mengerti. Mencari sendiri pun, aku masih belum mengerti.”

“Apa itu?”

“Perasaan cinta.” Kata Ji Yong pelan sambil menunduk, “Aku tahu perasaan takut, marah, kecewa, senang dan bahagia... tapi... di Bulan tidak pernah ada yang namanya perasaan cinta. Hyun Gi, perasaan cinta itu apa, ya?”

Hyun Gi menoleh, menatap Ji Yong. Wajah orang itu serius. Hyun Gi agak terkejut juga, masa tidak ada perasaan cinta di Bulan?

“Kalau kau menanyakan cinta itu apa... aku juga tidak bisa mendefinisikannya. Aku sendiri belum tahu apa arti sebenarnya dari cinta. Kalau bisa dibilang... seperti Ayah dan Ibu. mereka menikah karena rasa cinta. Mungkin... cinta itu adalah perasaan yang lebih dari suka kepada sesuatu”

“Ayah... dan ibu?”

“Kau kan tercipta karena ayah dan ibumu yang saling mencintai!”

“Huh, tidak ada hal seperti itu di bulan” Ji Yong mengalihkan pandangannya, “Aku diciptakan, bukan dilahirkan. Aku dibuat. Ayah dan Ibu pergi ke ‘pabrik-penduduk-bulan’ untuk menciptakan ‘anak’ untuk keturunannya. Tanpa ayah dan ibu, kami sudah bisa menjadi ‘orang’. Hahahaha... sepertinya rasa cinta itu indah, ya?”

Hyun Gi mengangguk. Lagi-lagi gadis itu menatap Ji Yong. Wajahnya tidak terlihat bahagia... apakah tinggal di Bulan bahagia?

**

Hyun Gi menarik selimutnya hingga dada, bersiap untuk tidur. Tapi ia merasa ada sosok di dekat jendelanya. Dengan pelan, ia membuka jendela dan... ada orang-orang yang tadi!

“Manusia, cepat beritahu dimana GD!”

“Uh... apa yang kalian mak—Akh!” leher Hyun Gi dicengkram oleh salah satu dari mereka. Hyun Gi sulit bernapas... Ji Yong... kau d—dimana?

“TOP! D-Lite! Lepaskan dia!” dari belakang 2 orang itu, TOP dan D-Lite, muncul GD atau Kwon Ji Yong.

Hyun Gi merasa bisa bernapas lagi setelah tangan TOP terlepas dari lehernya. Ji Yong langsung menghampiri Hyun Gi,

“Kau tidak apa-apa?”

“Uhuk! Y—ya, aku tidak apa-apa...”

Well, well. Kwon Ji Yong. Atau bisa kita sebut GD? Kau kami tangkap,” kata D-Lite sambil meraih tangan GD dan memakaikan sesuatu disana.

“Kau melanggar peraturan. Pertama, menggunakan alat teleport tanpa izin, kedua, kau ke Bumi.” TOP mengeluarkan kertas dengan tulisan ‘Catatan Kriminal Penduduk Bulan’. Ji Yong mengendus,

“Cih, ketahuan ya. Lagipula, kalian, ayah, dan kakak pasti tahu aku kesini untuk observasi!”

“Tapi kau belum waktunya! Kau butuh 50 tahun bulan lagi untuk bisa ke bumi!”

Hyun Gi tercekat mendengar kata-kata TOP, 50 tahun?! Apa itu artinya... Hyun Gi bisa melihat Ji Yong 50 tahun lagi?

“Ah~ bisakah kalian jangan mengucapkan hal itu?”

“Jangan banyak bicara lagi, GD. Ayo pulang. Ayahmu marah sekali, kau tahu.” D-Lite menarik GD, begitu juga TOP.

“Tunggu! Baiklah, aku akan pulang. Tapi... tunggu sebentar, ya?”

Ji Yong menatap Hyun Gi yang terduduk sambil menatap mereka bingung. Hyun Gi menatap Ji Yong dengan tatapan kau akan pergi? Ji Yong duduk menyetarakan tingginya pada Hyun Gi.

“Sudah mau pergi... ya?” Hyun Gi berusaha agar air matanya tidak keluar.

“Mm. Sebenarnya, aku tidak mau. Tapi bagaimana lagi? Aku senang berada di Bumi bersama Hyun Gi... Hyun Gi orang yang baik” Ji Yong mengacak rambut Hyun Gi.

“Apa kita bisa bertemu lagi?”

“Seperti apa yang mereka katakan... aku bisa kesini lagi sekitar 50 tahun bulan lagi.”

“Selama apa itu?”

“Aku juga tidak tahu pasti. Tapi, aku janji. Aku akan kembali lagi ke bumi. Tunggu aku ya!”

Air mata Hyun Gi pun turun. Ji Yong beridiri, lalu terenyum.

“Baiklah. Saatnya berangkat. Hyun Gi, baik-baik ya!”

D-Lite membuat sebuah portal di langit.

“Hey, GD! Cepat! Sehabis ini kau harus mengurus surat-surat pembebasanmu ke pengadilan!” sahut TOP tidak sabar. GD, TOP dan D-Lite terbang, menuju portal.

“Hyun Gi!!! Aku janji aku akan kembali! Karena di bumi, aku bisa merasakan apa yang namanya cinta!! cinta itu menyenangkan! Tunggu aku ya! Aku selalu mengawasimu dari atas sana!!”

ZAP. Mereka pun hilang. Hyun Gi terisak, lalu menatap malam, menatap bulan. Sejak itu... Hyun Gi mengerti sesuatu.

**

EPILOG

Untuk Ayah, Ibu dan Kakek. Hai ayah, ibu, dan kakek! Apa kabar kalian? Kalian pasti baik-baik saja, kan? Aku yakin sekali. Aku dan Leeteuk oppa baik-baik saja kok. Oh, ya. Kalian tahu tidak, sekitar 1 minggu yang lalu aku mengalami peristiwa aneh! Ada anak laki-laki yang datang dari bulan!! Nama bulannya GD, tapi nama buminya Kwon Ji Yong. Ia anak baik, lucu, juga tampan! Aku... suka dia Yah, Bu, Kek. Ia melakukan observasi di bumi. Dengan kedatangannya, aku menyadari satu hal. Kakek pernah bilang kan, kalau orang yang mati... mereka ada di bulan, selalu mengamati kita yang masih hidup? Awalnya memang aku setengah percaya... tapi kini aku percaya.

Ayah, Ibu, dan Kakek pasti mengawasiku dari sana kan? Begitu juga Ji Yong. Aku yakin, kalian sekarang sedang melihatku! Ayah, Ibu, dan kakek, aku titip pesan ya! Jika melihat Ji Yong berkeliaran disana... tolong sampaikan salamku padanya ya!

Peluk cium, Park Hyun Gi.

Hyun Gi melipat surat yang ia buat lalu memasukkannya pada amplop. Ia melangkah pada petugas jasa pengiriman surat, dan menyerahkannya.

“Uh... kepada Ayah, Ibu, Kakek dan Ji Yong di Bulan? Kau bercanda, nak?” tanya petugas itu bingung. Hyun Gi menggeleng,

“Sama sekali tidak! Paman tidak percaya bahwa ada kerajaan di bulan? Ha! Berarti pengetahuan paman payah! Nah, kirimkan ya! Harus sampai lho!” Hyun Gi berbalik sambil terkikik geli, meninggalkan petugas pos yang kebingungan.

**

Kerajaan full moon, Bulan.

“Kerja bagus, Ji Yong! Actingmu dengan TOP juga D-Lite bagus sekali. Aku jadi bisa tahu keadaan anakku bagaimana. Ah, tidak enak sekali hanya mengawasinya dari sini.”

“Tidak apa-apa, kok! Aku juga merasa senang tinggal di Bumi. Benarkah aku boleh kembali lagi setelah 50 tahun bulan?”

“Tentu saja.”

“Hmph! Tunggu aku, Hyun Gi!”***

TAMAT. Hyaaaa!! FF apa ini... ya ampun, FF ini sebenarnya dipersembahkan untuk si Hyun Gi alias si icha yang waktu itu ultah!!! YEAAAAY! Ini hadiahku untukmu nak :’) semoga anda tidak kecewa. Karena ane tau anda suka GD, saya pair ama GD ya *maaf kalo tidak sukaaaaaa X(* karena otak udah erorr gara-gara sekolah plus ditambah puasa jadilah FF gak karuan ini. Maaf ya acak adut.. sekali lagi Cha, mianhae gomenne jadinya begini #kabur.

Monday, August 15, 2011

BUKBER (Kelas XI-IPS & X-C)

HALO.
di bulan puasa, PASTI selalu dapet 'undangan' Bukber *undangan? kayak apa aje*. dan yang gapernah diajak bukber itu orang sediih! *duaar*

jadi tuh tanggal 12 Agustus 2011 anak kelas IPS ngadain bukber di D'KOST sekalian ngerayain ULTAHnya Nadhira & Fajar Maul! xDD
Walaupun ada yang telat, tapi tetep jalan dong. Hehe. Makannya KENYANG banget lah! walaupun emang porsinya keliatan dikit tapi entah menjadi kenyang~
Nah, terus kita juga beli kue buat nad sama jar *singkat-mode-on*
Terus, kita foto-foto, nah yang terakhir... FOTO KELAS di Jonas BIP!
ada kejadian lucu sih. pas kita udah jepret sekali, eh, kita baru sadar kalo morteza kaga ada -__- *kok bisa*
Nah, tinggal liat deh hasilnya nanti :)
Foto-fotonya bisa diliat di Mutia *siapa mutia? kkk*

keesokan harinya...

besoknya, ada bukber LAGI! sekarang sama kelas x-c yang dulu! tempatnya di saung abah gitu kalo gasalah? di deket rumahnya pa Dede (Jl. Jakarta). walaupun emang ga lengkap anaknya, tapi tetep jalan dong!
Makanan disitu ENAAAK deh! kenyang!! rame pula! kita makan sambil ketawa - ketawa aja. terus kita foto-foto, nyanyi nyanyi ... ah, kangen banget!!! aaaaaa!!

Note: percayalah, bulan puasa membuat anda semakin boros *apa gue aja?* -_-

Ueki-Mori picture :)



ini gambar ueki dan mori yang aku buat! ga mirip sih. mendekati. dan warnainnya apa adanya banget. kemampuan photoshop gue masih rendah .___. hhe

HAHAHAH masukin deviantart ga ya?

Monday, August 8, 2011

Happy FASTING!

Before I forgot, I just wanna say:

HAPPY FASTING EVERYONE!!! ^^


maafkan segala kesalahan saya selama ini ya kawan :D maafkan juga kalo ada posting yang tidak mengenakkan di hati!

Maaf. Sorry. Mianhae. Gomennasai!

love, asyilasa


[FF] The Law of Ueki 2

Jadi ketagihan buat ficnya Ai sama Ueki. That couple quite cute! Satu, si rambut hijau itu emang bodoh. Tapi ia mengesankan. Sedangkan si rambut aqua itu, cerewet, tapi perhatian.

Bagaimana jika couple itu bersatu? Hihi

Ai melempar pandangannya pada jendela, menatap kebawah. Dari atas sini, sudah terlihat sekali siapa yang berlari paling lambat. Si rambut semak, Ueki. Ai menggembungkan pipinya. Dasar! Sudah tahu tidak punya bakat lari, masih memaksakan berlari. Ai menghela napas. Itu memang Ueki. Tidak pernah berubah. Padahal, sudah lewat 2 tahun setelah pertandingan di atas langit itu.

“Ai! Ayo kebawah!” ajak teman sekelasnya. Ai mengerjap,

“Eh, iya!”

***

“Mori...” Ueki menyentuh pundak Ai Mori yang sedang berjalan. Ai menghentikan langkahnya, menatap kebelakang,

“Apa?”

“Ini bukan jalan ke taman!”

“Lho? Memangnya kita mau kemana? Pulang, kan?”

“Membersihkan taman dulu, baru pulang. Ayo, Ai Mori!” Ueki menyeret Ai Mori. Ai tersentak. Agak kesal juga. Padahal, baru kemarin mereka membersihkan taman! Hari ini membersihkan lagi. Ueki memang begini. Ini memang Ueki. Diam, Ai tersenyum.

***

Langit sudah tampak kemerahan, matahari terbenam. Ueki dan Ai duduk di kursi taman sambil mengelap keringat mereka.

“Mori! Ini, untung saja aku bawa minum” Ueki menyodorkan botol minum kehadapan Ai. Ai langsung meraihnya, meneguknya sampai habis. Ueki hanya bengong.

“Ah... terima kasih ya! Eh, aku tidak menyisakan untukmu... Ueki! Maaf...”

“Oh? Tidak apa-apa kok, Mori.” Ueki tersenyum. “Lihat!” Ueki menunjuk pada langit. Ada 1 bintang bersinar di langit kemerahan itu. Ai tampak berbinar melihat bintang langka itu.

“Berani jamin, itu pasti Pak Koba” kata Ueki terkikik. Ai masih menatap bintang itu,

“Pak Koba? Tentu saja bukan! Itu pasti Inumaru, tahu”

“Tidak, tidak! Bukan! Itu adalah Anon! Hahaha!”

“Anon itu kan di neraka, Ueki!” ingin sekali menjitak Ueki. Tapi... melihat senyum Ueki itu... Ai mengurungkan niatnya. Ueki beralih menatap Ai,

“Kenapa Mori?”

“Uh, tidak...” Ai menurunkan tinjunya. Menunduk.

“Ano... Ueki...” suara Ai terdengar lagi.

“Mm?”

“Uh, kenapa... kau selalu mengajakku membersihkan taman? Yah, maksudku... bukan orang lain...” Ai agak gugup. Pertanyaan yang bodoh, gumam Ai. Ueki terdiam.

“Mm... memangnya tidak boleh?”

“Bukan! Yah, aku hanya heran...”

“Baiklah... alasan yang pertama... karena kau temanku. Kedua, karena kau... ya... temanku”

Itu bukan jawaban!! Pekik Ai dalam hati. Ai diam. Tidak membalasnya. Ueki juga diam. Menatap langit yang semakin gelap.

“Ueki, sudah malam ayo kit...”

“Ada alasan lagi,” Ueki menahan tangan Ai yang bangkit. Ai menatap Ueki, bingung.

“Alasannya... mungkin hanya kau yang mau menemaniku. Kau tahu, bakat disukai perempuanku hilang. Tapi anehnya, kau tetap disampingku. Jadi kupikir...”

“Sudahlah!” Ai tersenyum, “Aku mengerti. Ayo pulang!”

Tidak perlu ada yang dijelaskan. Ai juga tahu itu. Ia juga bingung, mengapa ia tidak membenci Ueki disaat yang lain membencinya? Ah, tidak perlu ada jawabannya. Dengan begini, Ai sudah cukup puas. Ai tersenyum lebar saat ia berjalan pulang, dengan tangannya yang digenggam erat oleh Ueki.

FIN!

Wuahahah Cuma 463 word!! (ditambah prakata diatas! Hehe). Jenisnya... kayaknya drabble. Hehe. Labil, udah jam 12. Kepikirannya begini. Cuma setengah jam buatnya kali ya .___. Hehe.

[FF] The Law of Ueki 1

Halooo :D hem ehm saya balik dengan fanfict! setelah mengulang anime TLoU dan baca komik the law of ueki... jadi kepengen bikin fanfictnya. hehe, rencana mau dimasukin ke fanfiction.net tapi... ntar deh! hehe :) oke, R&R! *kayak di fanfiction.net aje*

(My first) The Law of Ueki Fanfict

Cast: Kousuke Ueki, Ai Mori, Rinko Gerrad, Seiichiro Sano, Hideyoshi, Robert Hydn

Rate: T

Genre: Drama/Romance/Hurt

Disclaim: The Law of Ueki punya-nya Fukuchi Tsubasa!

Sudah lewat hampir 10 tahun, semenjak seorang gadis berambut Aqua ini mengalami kejadian paling tidak terlupakan di hidupnya. Pertarungan merebut kursi dewa. Ah, sudah lama sekali. Saat itu, Mori merasakan banyak hal. Sedih, Senang, haru, arti persahabatan, pengorbanan, keadilan, dan juga... cinta. Ai tersenyum mengingatnya. Ini semua berkat anak bermuka polos tidak ada dua, Kousuke Ueki. Ai masih ingat sekali namanya. Ah, siapa yang bisa melupakan nama dari seorang laki-laki bodoh tapi mengesankan seperti Ueki?

Ai duduk di meja belajarnya sambil tersenyum-senyum sendiri. Tangannya menggenggam erat sebuah bingkai foto. Fotonya dengan keempat sahabatnya. Rinko, Sano, Hideyoshi dan... Ueki. Foto ini diambil setelah mereka pulang dari langit. Setelah itu, mereka terpisah.

Ai yang memang satu SMP dengan Ueki, setelah lulus, mereka tidak pernah bertemu lagi. Yang ia ingat hanya kata-kata Ueki saat kelulusan, “Aku tidak tahu kita akan bertemu lagi kapan. Kau tahu bakat yang kupilih, kan Ai?”

Saat itu Ai benar-benar percaya dengan perkataannya. Tapi... jika 10 tahun begini... apakah mereka akan bertemu lagi? Apakah Ueki masih mengenalnya? Ai menghembuskan napas kecewa. 10 tahun bukan waktu yang singkat, kan? Apalagi anak bodoh seperti Ueki! Kemungkinan 90% ia akan melupakan wajah gadis aqua ini! Ai memandang lekat foto Ueki 10 tahun lalu.

“Dasar bodoh! Awas saja jika melupakan wajahku!”

Ai terdiam. Wajahnya berpaling, menatap ke keluar jendela. Menerawang,

“Kousuke Ueki... kau baik-baik saja? Bagaimana ya tampangmu setelah lewat 10 tahun?”

***

“Ai! Kiriman untukmu!”

Suara berat ayahnya membuat mata Ai yang setengah mengantuk karena membaca buku, terbuka lebar. Dengan malas, Ai melangkah keluar kamarnya menuju ruang TV. Disana ayahnya, yang tampak sudah tua itu menggenggam amplop berwarna emas. Eh? Apa itu? Tanya Ai dalam hati.

“Apa itu, Ayah?”

“Tidak tahu. Sepertinya undangan” ayah Ai mengangkat bahu tanda tidak tahu. Ai meraih amplop yang agak besar itu. Menatapnya sebentar, dan mengucapkan terima kasih pada ayahnya.

Firasat Ai menjadi sedikit tidak enak memengang amplop ini! Apakah ini undangan pernikahan... Ueki?! Ah, jika itu terjadi memangnya Ai bisa apa? Menyatakan perasaannya pada Ueki pun tidak pernah. Tunggu! Memangnya aku suka si rambut semak itu?! Ai menggelengkan kepalanya.

Dengan satu tarikan napas, ia membuka amplop itu. Dadanya tidak bisa berhenti berdegup. Tangannya sedikit bergetar. Jujur, Ai takut sekali jika apa yang ia pikirkan tadi menjadi kenyataan.

“Eh? Ini...”

Senyum Ai tidak bisa ditahan lagi. Kebahagiaan menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia tidak sanggup menahan kebahagiaannya, juga setengah percaya.

“Ya ampun! Hahaha!” Ai menaruh undangan pernikahan itu perlahan di atas mejanya.

“Sepertinya aku harus membeli gaun baru...” Ai meninggalkan kamarnya. Sinar matahari menyinari undangan pernikahan itu.

Seiichiro Sano & Rinko Gerrard.

***

Ai bingung apa yang akan ia pakai untuk pergi ke pernikahannya Sano dan Rinko. Sungguh diluar dugaan, sahabatnya yang dulu sering sekali bertengkar kini sudah menjadi suami-istri? Ai sedikit iri.

Akhirnya, Ai memutuskan untuk memakai dress berpotongan selutut dengan renda dibawahnya, berwarna putih. Juga pita berwarna aqua di tengah bajunya. Tidak lupa, kacamata kesayangan Ai. Kacamata. Jadi teringat lagi kejadian 10 tahun lalu.

“Ai, mau kemana?” tanya Ibu Ai, yang sedang duduk sambil menonton TV.

“Ibu tahu Rinko dan Sano? Mereka menikah!” lagi-lagi Ai tidak bisa menyembunyikan kebahagiannya. Ibunya tersenyum, lalu mendekati Ai,

“Kenapa rambutnya diikat?” Ai menyentuh rambutnya. Ah, rambut Ai sekarang memang panjang, tidak pendek seperti dulu. Ia juga sering mengikatnya.

“Ai-chan itu cantik jika rambutnya di urai begini...” ibu Ai melepas ikat rambut Ai. Ai terdiam.

“Memangnya kau tidak mau menyusul Rinko dan Sano?” kata-kata ibunya itu membuat Ai menoleh,

“Eh? Maksud ibu apa?”

“Tidak apa-apa. Ai sudah besar, kan? Ai pasti mengerti”

Ai menaiki taksi yang sudah dipesannya, lalu melambai pada ibunya. Sepanjang perjalanan, Ai memikirkan terus perkataan ibunya. Menyusul Rinko dan Sano. Terlintas wajah Ueki dipikiran Ai. Ai tersentak. Ia menggelengkan kepalanya kuat, Apa yang kau pikirkan sih, Ai Mori! Kenapa si kepala hijau itu yang kau pikirkan. Kau tidak boleh berharap padanya...

Ai memaki dirinya sendiri. Tapi, hati memang tidak bisa berbohong. Rasa iri ini begitu hebat, hingga terasa nyeri di hati. 10 tahun, Ai menunggu. Tapi ia sendiri tidak tahu orang yang ditunggu itu dimana, masih hidup atau tidak, Ai tidak tahu.

Ai bodoh. Setetes air mata Ai jatuh. Buru-buru ia menghapusnya. Buat apa menangisi orang yang tidak jelas keberadaannya? Ya kan?

Tapi, kenapa air mata itu terus keluar?

***

Gadis berambut aqua itu membasuh wajahnya. Matanya kini terlihat merah dan sembab karena di taksi ia menangis. Ai menyesal menangis, menangisi orang bodoh itu! Ai mengeluarkan kotak bedak dari tas kecilnya, untuk menyamarkan matanya yang sembab.

Semangat, Ai! Kau itu datang untuk menemui Rinko dan Sano yang menikah! Kau harusnya juga bahagia dong, Ai.

Ai melangkah keluar dari toilet. Belok ke kenan, dan ia melihat pintu besar. Di depan pintu besar itu bertuliskan, Seiichiro Sano & Rinko Gerrard Wedding. Ai tersenyum melihatnya. Ia pun memasuki pintu besar itu, dan di dalam sudah ramai.

“Ai-chaaaan!” Ai menoleh saat mendengar nada suara yang begitu ceria, Ai langsung tahu itu siapa. Walaupun sudah lewat 10 tahun, ia tidak bisa melupakan pemilik suara secerah matahari ini.

“Hideyoshi!” Ai merasa sangat bahagia. Ia begitu merindukan sosok yang satu ini!

“Ai-chan! Sungguh, aku merindukanmu! Ya tuhan, kau kemana saja selama ini?” tanya Hideyoshi. Ai menatap wajah Hideyoshi yang sedikit lebih tampan dari dulu. Apalagi tubuhnya dibalut dengan jas formal begitu. Ai tidak bisa menahan senyumnya,

“Aku tetap disini kok! Kau yang kemana! Hahaha. Hideyoshi, kau berubah”

“Kau juga, tahu, hei Ai-chan. Oh ya, mana si rambut jabrik hijau itu?”

Pertanyaan yang sama dengan Ai. Apa Ueki tidak diundang? Sano dan Rinko tidak mungkin tidak mengundang Ueki, kan?

“Maksudmu... Ueki? Aku juga tidak tahu,” nada bicara gadis aqua ini berubah. Hideyoshi menatap Ai iba, turut sedih. Semua orang juga begitu. Merindukan sosok si kepala hijau.

“Dasar orang bodoh! Dari dulu sampai sekarang memang tidak berubah ya? Oh, ya, Mori! Sudah lihat Rinko dan Sano? Mereka sangat cocok!”

Ai mengangkat kepalanya. Oh ya! Sano dan Rinko! Kenapa ia bisa melupakan pasangan itu ya? Ini kan pernikahannya. Ai tersenyum,

“Aku belum lihat! Hideyoshi, terima kasih. Kalau begitu, aku kesana dulu ya”

“Oke. Kalau kau mencariku, carilah aku di tempat makanan, ya! Hehehe”

Hideyoshi tidak berubah. Selalu ceria.

***

Rinko mengedarkan matanya ke seluruh ruangan. Menunggu seseorang. Sano yang sedang tersenyum kepada tamu undangan yang datang merasa risih karena istrinya itu sama sekali mengacuhkan tamu.

“Nyonya Seiichiro! Kau sedang melihat apa?”

“Aduh, Sano-kun... mana sih Ai-chan? Aku kan rindu sekali padanya! Kau yakin kan alamatnya tidak salah?” raut wajah Rinko sangat cemas. Sano juga berpikir begitu. Mana ya, Ai? Dia juga merindukan sosok itu.

“Tidak kok, alamatnya benar. Tunggu saja, Rinko. Aku yakin ia pasti datang”

“Benarkah?”

“Mm.” Sano mengangguk. Semoga, Ueki juga datang. Dasar orang bodoh, kenapa tidak ada kabar begitu? Sano berharap dan memaki Ueki di hatinya.

***

“R-rinko-chan!!” Ai tidak dapat menahan pelukannya saat bertemu dengan Rinko. Begitu juga Rinko, melihat kepala orang berwarna aqua ia sudah menggebu-gebu.

“Aku tahu kau pasti datang!”

“Tentu saja, Rinko-chan!”

“Hai, Ai Mori! Lama tidak bertemu, ya?” Sano menghampiri kedua wanita itu. Ai melepaskan pelukannya. Ia menatap Sano. Wah, Sano juga terlihat berbeda. Ia sangat dewasa, mapan, dan juga tampan. Ai merindukan mereka berdua!

“Sano! Rinko! Selamat ya! Aku tidak percaya kalian akan sejauh ini...” Ai memeluk mereka berdua. Sano terkekeh,

“Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa menikah dengan wanita satu ini!”

“Oh, ya, Ai. Kau tidak bersama Ueki?” tanya Rinko. Ai terdiam sebentar. Pertanyaan yang sama.

“U-ueki? Eh, tidak. Aku tidak bersamanya.”

Rinko dan Sano bertatapan. Rinko menggenggam tangan Ai,

“Ai-chan...”

“Tenang saja, Rinko! Sano! Jika aku bertemu dengannya, aku akan memukulnya berkali-kali!” Ai berusaha ceria. Tapi, dalan hatinya, ia memang ingin melakukan itu.

“Eh, wakilkan aku ya~!” kata Sano cepat. “Aku juga!” Rinko menimpali.

1, ditambah 2 pukulan dari Rinko dan Sano, apakah cukup untuk menyadarkan si bodoh itu bahwa semua orang ingin tahu keadaannya? Keberadaannya? Ai Mori rasa itu tidak cukup.

***

Ai mengedarkan seluruh pandangannya pada tamu yang muncul dari pintu masuk. Berharap laki-laki berambut hijau datang. Tapi, sudah hampir 3 jam Ai disini sosok itu belum juga kelihatan.

“Ai Mori” Ai menoleh. Ia mendengar suara berat seseorang... ah, bukan. Itu bukan Ueki. Tapi...

“Eh? R—robert? Robert Hydn, benar kan?”

“Ya. Lama tidak ketemu ya” Robert dengan gaya luxury-nya mendekati Ai dengan segelas white wine di tangannya.

“Oh, ya. Lama tidak bertemu” Ai sedikit kikuk, karena ia tidak terlalu dekat dengan Robert ini. Apalagi, Robert ini kan mantan musuhnya.

“Sepertinya... kau mencari dia ya? Aku, Hideyoshi, 2 pasangan itu... juga sama. Menunggu sosoknya.” Kata-kata Robert 100% benar. Ai menoleh pada Robert. Robert mengembangkan senyumnya,

“Wakilkan aku untuk memukulnya, ya?”

Ai mengangguk sambil tersenyum.

***

1 jam lewat, dan sosok yang ditunggu banyak orang itu tidak juga datang! Ai sampai pegal! Apalagi ia memakai highheels. Ai menghembuskan napasnya. Apakah sebaiknya ia pulang saja? Ai menatap jam tangannya. Hampir jam 12 malam. Tamu undangan memang masih banyak, tapi tidak sebanyak jam sebelumnya.

Ai melangkahkan tubuhnya keluar gedung. Mungkin, memang bukan takdirnya bertemu dengan Ueki. Ah, bakatnya itu. Mungkin bakat kosong Ueki itu sudah tidak bisa berfungsi lagi. Ai menatap langit malam. Air matanya turun dengan sendirinya.

“Maaf, apa benar ini gedung pernikahan Rinko dan Sano?” seseorang menghampiri Ai yang sedang tertunduk sambil mengelap air matanya. Bodoh, menangis di saat seperti ini.

Tanpa menatap orang yang bertanaya itu, Ai menjawab, “Benar. Masuk saja kedalam”

“Oh, terima kasih ya!”

Orang itu pun berlalu. Ai mendongakkan wajahnya. Tunggu. Ai merasa aneh. Ia merasa... Ueki ada di dekatnya. Tapi... dimana? Ai mengedarkan pandangannya. Ia menatap punggung orang yang bertanya padanya tadi. Rambutnya hijau... seperti Ueki...

Mata Ai melebar. Sosok itu hilang.

Itu... Ueki!

***

Ai berlari dengan susah payah menuju kembali ke dalam gedung. Tidak salah lagi, orang itu Ueki! Siapa lagi yang mempunyai rambut hijau jabrik selain Ueki? Ai mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan. Sosok itu tidak bisa Ai temukan.

Ai menoleh ke arah kiri. Punggung itu, sosok itu... terlihat lagi. Ai berlari lagi. Mengejar sosok itu. Ai berlari susah payah. Kakinya sakit karena terlalu lama berdiri. Kakinya sakit karena lecet memakai highheels.

Brugh. Ai terjatuh. Lututnya terasa nyeri. Sosok itu hilang lagi. Ai tidak bisa menahan tangisnya lagi. Ai menangis. Ditengah kerumunan tamu undangan. Tapi... tidak ada yang peduli. Ai juga tidak peduli. Yang Ai inginkan saat ini hanyalah Ueki. Hanya melihat wajahnya yang tersenyum saja itu lebih dari cukup.

***

Ai menapakkan kakinya pada rumput hijau di luar gedung pernikahan. Sepatunya ia tinggalkan didalam, biar saja terseret, atau terinjak orang lain. Ai sudah tidak peduli. Ai menatap kakinya yang merah-merah itu.

“Sialan! Gara-gara kau, Ueki! Kakiku sakit begini! Gara-gara kau, Ueki! Kau membuatku menangis di hari pernikahan Sano dan Rinko! Gara-gara kau, Ueki! Kau...!”

“Hei, permisi...” Ai menghentikan omelannya pada Ueki – yang entah itu didengar oleh Ueki atau tidak – karena seseorang menepuk pundaknya. Ai berbalik.

Ai tidak bisa bernapas sekarang. Tubuhnya serasa tersengat listrik. Matanya tidak berkedip. Ai tidak percaya dengan siapa ia berhadapan.

Si rambut hijau, Ueki. Aku... tidak salah lihat, kan?

“Uh... hei, halo! Nona! Aku mau bertanya... ini... uhm, apakah ini sepatu punyamu? Aku tersandung sepatu ini dan...”

Brugh. Ai jatuh memeluk Ueki. Ia tidak tahan lagi. Ia ingin sekali memeluk sosok ini. 10 tahun! Ai sudah menunggu 10 tahun! Sosok di depannya terdiam. Lalu, lama-lama tersenyum.

“Hei... jangan menangis, Ai Mori. Aku pulang..”

***

“Serius tidak mau dipakai sepatunya?” Ueki bertanya pada Ai untuk yang ketiga kalinya. Ai menggeleng,

“Kau tidak lihat? Kakiku merah begini... sakit.” Ai menjulurkan kakinya. Ueki tersenyum geli. Ai berubah sekali. Bukan seperti Ai 10 tahun yang lalu. Ueki menatap Ai, intens.

“K-kenapa menatapku begitu?”

“Rambutmu... panjang ya.” Kata Ueki polos. Ai menatap Ueki gemas. Hanya itu? Hanya itu yang Ueki katakan?

“Hanya... itu?”

“Apanya?”

“Yang mau kau katakan?”

“Apalagi... kau tetap seperti Mori yang dulu.”

Bugh! 1.

Bugh! 2. 3.

Bugh! 4.

Ai memukul Ueki 4 kali. Seperti biasa, Ueki tidak bisa menghindar dari serangan Ai.

“H-hei! Apa salahku? Aww...” Ueki mengusap kepala dan lengannya yang sakit karena di pukul Ai.

“Itu dariku, Sano, Rinko dan Robert. Suruh siapa tidak memberi kabar!! Kau tidak tahu apa, kami semua menghawatirkanmu! Merindukanmu! Kemana saja sih, kau selama 10 tahun ini?!” kata Ai galak. Ueki menatap Ai. Ucapan Ai serius. Buktinya, Ai mengeluarkan air mata lagi.

“Maaf... hari ini aku cengeng sekali ya..” Ai mengalihkan wajahnya ke arah lain, menghapus air matanya. Ueki ingin sekali menghapus air mata Ai. Ia tidak mau orang menangis karenanya.

“Maafkan aku, ya... Ai. Hanya saja... aku...”

“Tidak apa-apa! Toh, kau sudah sudah kembali kan? Bagiku... bagiku... itu... sudah membuatku bahagia...” Ai menundukkan wajahnya.

Ueki pun memeluk Ai.

Entah mendapat dorongan darimana, Ueki ingin sekali melakukan itu. Ueki pun tidak bisa mengelak, kalau ia sangat merindukan sahabat-sahabatnya disini... terutama Ai Mori. Salah satu alasan Ueki pulang... karena Ai Mori. Ia tahu, perempuan satu ini pasti menghawatirkannya.

“Maafkan aku Ai. Maafkan aku, ya?”

***

3 minggu berlalu. Setelah acara pernikahan itu, Ai tidak bertemu dengan Ueki lagi. Ai menatap foto 10 tahun lalu itu lagi. Ueki... sedikit berubah. Ia memang polos, tapi... ia sedikit lebih dewasa. Lagipula, Ai sudah memaafkan Ueki sepenuhnya. Ia tidak bisa terus menerus mengatakan Ueki bodoh atau apa. Selama 10 tahun ini... Ueki ada di Langit, lebih tepatnya di Megasite. Sebagai manusia langit, ia mempunyai tanggung jawab di atas sana. Berlatih, dan membiasakan hidup di sana. Selama 10 tahun itu... Ueki memang tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan manusia di bumi. Ueki membantu ayahnya yang kini persiapan untuk menjadi dewa diatas sana.

Drrrt. Ponsel Ai bergetar. Satu pesan dari nomor tidak dikenal.

Ai-chan, temani aku membersihkan taman jam 4 sore ya. –Ueki

Muncul semburat merah dari pipi Ai. Apalagi, Ueki memanggilnya dengan ‘Ai-chan’. Selama kenal dengan Ueki, Ai tidak pernah dipanggil ‘Ai-chan’ oleh Ueki. Ai tidak mampu menahan senyumnya. Rasanya seperti terbang ke angkasa!

Tapi Ai kembali menggeleng. Jangan berharap terlalu banyak. Ai-chan itu kan memang panggilanmu, Ai. Memangnya dengan Ueki memanggilmu dengan Ai-chan bisa mengubah keadaan?

Ai menutup ponselnya. Memilih baju apa yang akan ia pakai. Ai, Ai. Jam 4 itu masih 9 jam lagi!

***

Ai memakai swater coklatnya. Lehernya dibalut dengan syal berwarna hijau. Ai malah kena flu! Memang sih, hari ini memang sudah mau masuk ke musim dingin. Ai melangkahkan kakinya menuju taman. Ah, taman ini penuh kenangan sekali. Ai tetap membersihkan taman tanpa Ueki, selama 10 tahun ini.

“Ai-chaaan! Disini!” Ueki melambaikan tangannya pada Ai. Ai sedikit bingung, kenapa Ueki tidak memegang sapu?

“Ueki, mana sapumu? Katanya mau membersihkan taman?”

“Sudah selesai! Sebenarnya aku sudah disini dari pagi. Aku hanya... ingin bertemu denganmu. Sudah lama, ya, Ai Mori” Ueki tersenyum. Pipi Ai memerah lagi.

Kini Ueki dan Ai duduk bersebelahan di kursi taman dalam diam. Tak ada yang berbicara. Keduanya menahan malu yang amat besar.

“Eh, Ai-chan... kata orang sekitar sini... kau selalu membersihkan taman selama tidak ada aku, ya?”

Ai menoleh, “Eh? Iya..”

“Baguslah! Kukira, hanya aku saja yang peduli dengan lingkungan... terima kasih ya Ai” Ueki tersenyum tulus pada Ai. Ai mengangguk malu.

“Oh ya, Ai. Mulai hari ini... aku diperbolehkan lagi tinggal dibumi”

“Eh? Benarkah?”

“Mm. Ai, maukah kau memulai kehidupan baru bersamaku?” Kini Ueki menatap Ai lekat. Ai menatap Ueki bingung, apa maksud kata-katanya?

“A...apa maksudmu?”

Ueki tampak berpikir. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan 2 kertas sampah. Ia mengepalkan tangannya. Sampah itu pun berubah menjadi kayu yang melingkar-lingkar menjadi sebuah cincin. Ai terkejut. Jangan-jangan... Ueki...

“Uhm... anggap saja... aku sedang melamarmu...” Wajah Ueki memerah padam. Ueki meraih tangan Ai, dan memasangkan ‘cincin’ itu di jari manis Ai.

“Ai, menikahlah denganku!”

Tangis Ai pecah. Ia tidak bisa menahan kebahagiaannya itu. Ai memeluk Ueki. Ueki juga tersenyum, balas memeluk Ai.

“Sudah dong Ai... jangan menangis...”

“Da-dasar bodoh... tentu saja aku mau menikah denganmu...” isak Ai bahagia. Ueki melepas pelukannya, dan menadah wajah Ai yang memerah karena menangis. Jari Ueki mengusap air mata Ai.

“Jangan menangis lagi, ya, Ai?”

Ai mengangguk. Tangan Ueki masih di pipi Ai. Ueki mendekatkan wajahnya pada Ai... dan...

“Hatchi!!!”

***

FIN

Selesai juga fict ini! xD gimana? Hahahaha ini Cuma beberapa jam aja buatnya. Dengan total 2,656 word! Mungkin akan direvisi sedikit. Hehe :D

uhuhu~ gimana?